Hasil review dari posting di blog ini ternyata yang paling banyak diakses dan dibaca adalah postingan tentang beda psikolog dan psikiater kemana lebih dulu. Rupanya topik ini menjadi topik yang menarik dan bahkan mungkin agak kontroversial.
Menurut saya, terlalu banyak orang yang suka bermain dokter-dokteran dan mau dianggap bisa membantu menyembuhkan orang tanpa dasar pengetahuan yang kuat (penegakan diagnosis yang tepat, pemahaman psikopatologi, psikodinamika dan penguasaan beberapa macam teknik psikoterapi), nampak sekali narsisitik para terapis-terapis yang tidak melalui pendidikan formal yang cukup. Perilaku para "dokter-dokteran" ini rupanya membingungkan banyak masyarakat sehingga mencari informasi melalui tulisan saya tersebut.
Tulisan saya terdahulu tentang kemana lebih dulu psikiater atau psikolog bermaksud mematahkan opini yang mengatakan bahwa kalau masih ringan ke psikolog aja dulu! Dan bahkan banyak yang memfitnah bahwa kalau ke psikiater pasti dikasih obat! Atau ada juga yang mengatakan hanya dikasih obat saja tanpa psikoterapi dll.
Opini di masyarakat dibentuk seakan-akan kalau orang belum sakit parah jangan datang ke psikiater (jelas--jelas psikiater tuh dokter spesialis ya, apakah dokter hanya menangani sakit yang sudah parah?) melainkan ke psikolog dulu atau bahkan hipnotereapis-hipnoterapis yang hanya pelatihan 40 jam atau entah bahkan 100 jam (bandingkan dengan sekolah menjadi psikiater yang harus ditempuh minimal 10 tahun dan psikolog yang minimal 6 tahun sampai menyandang predikat psikolog klinis) mengkampanyekan kehebatan dirinya dalam menterapi pasien-pasien di masyarakat. Memang benar sebagian pasien tersebut sembuh dengan biaya yang tentunya lebih mahal daripada ke dokter/ psikiater (apalagi sekarang sudah bisa pakai BPJS di RSU dan RSJ) dan sisanya? Tidak sembuh dan akhirnya tetap datang ke dokter!
Pernah lagi sekali waktu ada seorang Profesor psikologi yang cukup terkenal (sehingga tidak usah saya sebutkan namanya di sini) sangat ingin psikolog boleh meresepkan obat-obat psikotropik yang diresepkan psikiater dengan alasan di Australia dan di Amerika ada negara bagian yang membolehkan psikolognya menuliskan resep untuk klien-kliennya (istilahnya aja udah klien, bukan pasien!), bayangkan Profesor loh itu kalau Prof.-nya ditulis Prov. seperti saya yang kepanjangannya Provokator sih maklum ya, seorang guru besar bisa begitu piciknya minta seorang psikolog yang pendidikannya bukan dari kedokteran diperbolehkan menulis resep obat psikotropika? Prof tersebut saya tantangin, "kalau pasiennya depresi dengan diabetes dan hipertensi sehingga juga mengkonsumsi obat golongan beta bloker dan sulfonil urea, apa obat antidepresan yang paling aman dan tidak berinteraksi dengan kedua obat tersebut Prof?" Gak bisa jawab deh beliau sang Profesot tersebut!
Memang masyarakat kita tuh aneh kalau orang gak sekolah trus bisa "katanya ya" menyembuhkan penyakit disebut 'orang pinter' tapi kalau dokter yang sekolahnya lama (bagusnya disebut orang bodoh) gak lulus-lulus, kurang dipercaya oleh masyarakat kita! Masyarakat kita lebih percaya dengan orang yang tidak sekolah!
Ditambah lagi banyaknya wartawan kita yang berpedoman "bad news is a good news" paling seneng kalau memberitakan ada dokter dengan dugaan malpraktek,ibarat peribahasa karena nila setitik rusak susu sebelanga nah mereka ini memblow-up kelalaian bahkan yang baru dugaan kelalaian seorang dokter sehingga seakan-akan buanyak sekali dokter Indonesia yang tidak kompeten. Bandingkan dengan rasio kegagalan terapis dokter-dokteran seperti hipnoterapis atau bahkan psikolog yang tidak etis yang mengkonseling/psikoterapi terus kliennya walaupun sudah tahu bahwa kliennya ini tidak efektif kalau belum diberikan pengobatan? Nah enaknya psikolog itu belum ada undang-undang praktik psikologi loh sehingga walaupun mereka salah ngetes orang dan memberikan interpretasi yang salah terhadap status psikologis seseorang tidak dapat dituntut malpraktek, apalagi hipnoterapis yang sekolahnya tidak sedetail dan sejelas kurikulum fakultas kedokteran maupun fakultas psikologi dengan ujian-ujian yang seabreg-abreg sampe keringatan dan airmata darah habis jaga malam ujian tulisan dan ujian lisan, belum lagi ujian nasional sebagai ujian paling akhir. Yang kayak gini tidak pernah diberitakan oleh para wartawan pelat kuning tersebut.
Nah jadi ulasan singkat ini semoga dapat menjadi sebuah insight bagi anda yang membaca beda psikiater psikolog dan hipnoterapis ya (yang banyak tulisan sesatnya di blog atau web lain yang menjelaskan tentang bedanya profesi-profesi ini).
Senin, 19 Mei 2014
Langganan:
Postingan (Atom)