Jumat, 09 Mei 2014

Adiksi alias Kecanduan Game

Masa kanak-kanak memang masa untuk bermain. Namun waspadalah jika anak Anda berlebihan dalam bermain game hingga cenderung menjadi ketergantungan atau adiksi. Ada beberapa kriteria adiksi, yaitu :
• Ada keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi) untuk menggunakan atau melakukan sesuatu jika tidak dilakukan maka ada perasaan cemas yang meningkat atau terus menerus merasakan ada sesuatu yang kurang.
• Kesulitan mengendalikan perilaku tersebut, sejak mulai, ketika berusaha menghentikan, atau saat menggunakan
• Keadaan gelisah, tidak tenang, tidak dapat konsentrasi bila tidak melakukan
• Terjadi peningkatan intensitas kuantitas dan kualitas dalam melakukan
• Progresif mengabaikan kesenangan atau minat lainnya
• Tetap melakukan walaupun menyadari hal tersebut tidak baik

Adiksi menimbulkan akibat dari berbagai segi. Dari segi biologis, terjadi pemuasan sirkuit ‘brain reward system’ di otak yang diantaranya terdiri dari struktur Nucleus Accumbens dan Ventral Tegmental Area dan dipengaruhi oleh neurotransmitter dopamin. Dari segi perilaku, seseorang menjadi hanya terpaku pada kegiatan pemuasan kecanduannya. Dari segi sosial terjadi disfungsi dan produktivitas menurun.

Ada dua cara untuk mencegah adiksi :
• Pencegahan primer :
Jangan pernah bermain game, ganti aktivitas rekreasi dengan kegiatan yang lebih bermanfaat. Anak boleh bermain game namun sebagai aktivitas sosial insidental (bukan rutin).
• Pencegahan sekunder :
Batasi waktu bermain dengan membuat jadwal. Ganti permainan yang tidak mengasah kognisi (tidak membuat anak lebih pandai) dengan permainan ‘mental exercise’, seperti catur, monopoli, dan sebaiknya permainan tersebut dimainkan bersama anggota keluarga lain dan teman sebayanya untuk melatih anak bersosialisasi.

Ada beberapa cara untuk mengatasi adiksi game, yaitu :
• Penyadaran melalui pikiran dalam hal ini bisa diberikan terapi perilaku kognitif dan mindfulness. Terapi apa yang akan diberikan tergantung keadaan anak, seperti IQ, status mentalis, kepribadian, dan lain-lain.
• Latihan mengubah perilaku dengan teknik stop-look-listen (melatih anak untuk mengalihkan perhatian pada hal lain yang lebih baik, misalnya sejak awal kita sudah memotivasi anak untuk mempunyai cita-cita dan kemudian kita memotivasi anak untuk mengarahkan perhatian pada pencapaian cita-citanya).
• Buat jadwal kegiatan baru yang bermanfaat dan harus dilaksanakan dengan tujuan melatih anak agar disiplin dan konsisten terhadap rencana jadwal yang sudah dia buat.
• Pengobatan mungkin diperlukan selama melatih perilaku baru tersebut karena pengobatan yang mempengaruhi neurotransmitter dopamin dan serotonin memegang peranan penting dalam mengintervensi perubahan pada ‘brain reward system’. Biasanya anak merasa lebih terbantu dalam melatih kebiasaan barunya setelah beberapa impuls adiksinya dapat dihambat dengan pengobatan sampai terbentuk jalinan sinaps-sinaps (penghubung antar sel saraf ) baru di neuron-neuronnya (sel-sel sarafnya).
Bermain game yang tidak terkendali dapat menyebabkan kecanduan. Bermain game yang bersifat ‘mental exercise’ lebih bermanfaat dan kurang adiktif. Kesadaran untuk mulai mengubah perilaku sangat diperlukan dalam upaya untuk lepas dari kecanduan.

Banyak pandangan masyarakat yang mengatakan bahwa melepaskan diri dari kecanduan itu yang penting dari dalam diri sendiri dan pasti bisa dengan kekuatan sendiri. Padahal kecanduan itu melibatkan banyak perubahan struktur otak, apalagi bagi pecandu yang kita sebut ‘hard-core addict’ alias pecandu yang sudah mendarah daging. Jadi jika sudah kecanduan maka harus mengikuti program rehabilitasi medis dan psikososial agar dapat terlepas dari kecanduan tersebut. Rehabilitasi tersebut tidak selalu harus diartikan masuk dalam program terstruktur di sebuah panti rehabilitasi tetapi dapat dilakukan secara disiplin melalui modifikasi perilaku dengan teknik-teknik seperti yang telah disebutkan di atas asalkan tidak curi-curi melakukan hal yang membuat adiksi tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar