Selasa, 27 Mei 2014

Psikiater dan Psikoterapi

Apaan sih yang dimaksud dengan psikoterapi? ini adalah pertanyaan yang menarik bagi saya ketika SMA saya mulai berkenalan dengan yang namanya Dr Sigmund Freud (seorang neurolog yang adalah bapak ilmu psikiatri saat ini). Ketika SMA itu saya mulai mengalami masalah-masalah psikologis yang berhubungan dengan masalah-masalah di lingkungan sekitar sebagai pencetusnya. Hal lain yang saya observasi juga ketika saya melihat begitu banyak masalah keluarga, perkawinan disekitar saya. Demikian juga kata-kata di gereja yang setiap sebelum menerima komuni adalah: "ya Tuhan saya tidak pantas Tuhan datang kepada saya tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh". Sembuh? memangnya pada sakit? Lalu saya perhatikan lagi lebih seksama ternyata banyak orang yang mencari kesembuhan rohani, batiniah di gereja, demikian juga di pesantren maupun di wihara. Hal ini terbukti dengan banyaknya orang yang dikira tidak kuat meng"ilmu" sehingga terkena gangguan jiwa padahal sebenarnya dia terkena gangguan jiwa dulu baru kemudian dia mencoba mencari penyelesaian dengan memperdalam ilmu agama! Dan hal ini tanpa saya sengaja juga saya lakukan, untungnya saya bertemu guru agama saya dan pastor-pastor yang tidak sesat sehingga saya mendapatkan "pencerahan" at least yah bisa untuk survive-lah saat itu. Di situlah saya mulai mengenal istilah yang namanya psikoterapi yaitu terapi psikologis.

Nah ini ada psikolog yang penasaran nanyain apa sih yang psikiater pelajari tentang psikoterapi? (Rupanya ada oknum psikolog yang jadi dosen dan anti psikiater sehingga yang diinformasikan ke anak didiknya adalah psikiater bisanya cuma kasih obat alias farmakoterapi jadi apa sih bisanya psikoterapi oleh psikiater?)


YoPs5 Maret 2014 02.07

Salam Dok, saya ingin bertanya :
- Jenis pelayanan apa sajakah yang diberikan psikiater di luar farmakoterapi?
- Jenis psikoterapi apa sajakah yang dipelajari di cabang ilmu psikiatri?
(kalau tidak salah, diatas ada disebutkan ttg psikoanalisa/psikodinamika ya, dok... selain itu?)
Terimakasih sebelumnya

Ini jawaban saya (versi ini sudah saya lengkapi para guru-guru saya):


Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ (Psikiater)4 Mei 2014 04.49

Hehehe kayaknya kalau mau lengkap harus buka transkrip nilai saya nih, macam-macam psikoterapi apa yang dipelajari, saya sebutkan yang saya terbiasa ajalah ya dan dapatnya dari bangku pendidikan:
-CBT (Cognitive Behavior Therapy) (dr. Heriani Tobing, SpKJ -certified CBT dari Pennsylvania University),
-Transactional Analysis (dr. Jan Prasetyo, SpKJ),
-Hipnoterapi (dr. Erwin Kusuma, SpKJ dan tim RSPAD, teori, praktek dan ujian tertulis teori, semua psikiater lulusan FKUI harus lulus ujian hipnoterapi ini dan saya infokan di sini karena banyak masyarakat awam yang tidak tahu kalau psikiater itu semuanya harus bisa basic hipnoterapi! Just info juga dr Erwin ini psikiater senior yang adalah perwira TNI-AD dan jauh sebelum ngetrend yang namanya hipnoterapi di masayarakat kita seperti Adi W Gunawan yang sekarang juga pake titel Dr tapi tidak disebutkan Dr-nya dari mana dan disertasinya tentang apa di buku Mind and Body-nya telah mempraktikkan hipnoterapi di Indonesia, jangan-jangan kalau cuci otak musuh dulu di Timor timur juga ilmu hipnoterapinya dipakai nih? hehehe becanda),
-Psikoterapi eksistensial (dr. Lukas Mangindaan, SpKJ) , Logoterapi, search for meaning (Drs H D Bastaman Psikolog senior F Psi UI), Gestalt Therapy (dr. Lukas Mangindaan, SpKJ).
-Psikoterapi psikodinamik (Prof. Dr. dr Didi B. Lubis, SpKJ, Prof dr Sasanto Wibisono, SpKJ, dr Sylvia D Elvira, SpKJ)
-Psikiatri budaya (seminar pembimbing Prof dr. Sasanto Wibisono, SpKJ), pendalaman dalam tutorial khusus diluar FKUI dengan Dr. dr. Rusdi Maslim, SpKJ, M.Kes tentang budaya-budaya Asia Timur. Diperkaya dengan buku-buku etika dan filsafat budaya Prof Dr. Frans Magnis Suseno, SJ.

Yang saya pelajari di luar bangku sekolah pendidikan spesialis, Mindfulness Therapy (HKU - Hong Kong University) dan Neurobiofeedback Therapy (di Berlin Congress Internasional ADHD dan di Jakarta oleh Tiara Kencana dengan Dr dr Dwidjo Saputro, SpKJ sebagai trainernya), pendalaman hipnoterapi kedokteran di RSPAD Gatot Subroto, Integrated Psychotherapy dan Mind Therapy (Dr. dr. Rusdi Maslim, SpKJ), cultural based psychoterapy hasil berguru dengan beberapa psikiater senior di dalam dan luar negeri.

Bagi seorang psikiater atau psikolog atau psikoterapis-psikoterapis dari profesi lain, yang penting bukanlah semua teori dan praktek psikoterapi tersebut. Dari hasil observasi saya, yang terpenting adalah kepribadian terapis (that's why paranormal banyak dicari orang), kepribadian therapist digabung dengan pemahaman mendalam tentang fungsi kerja otak, fisiologi tubuh, psiko-farmakoterapi (dari studi ilmu kedokteran jiwa) dan budaya/value (dari study antropologi dan filsafat) pasien kita-lah yang membuat pasien bisa masuk dalam sesi terapeutik dan mendapatkan manfaat setiap sesi dengan psikiaternya. Totalitas menghadapi pasien, observasi mendalam dan pengertian yang mendalam terhadap individu pasien adalah kunci utamanya.


Meragukan Psikoterapi
Banyak orang meragukan psikoterapi ini dan banyak org yang tidak menyadari telah mendapatkan hasil dari proses psikoterapi ini okelah saya share ya, sebab awalnya saya juga meragukannya.

Ajaran-ajaran agama dan filsafat adalah juga psikoterapi bagi saya

Saya mempelajari 3 agama dan filsafat manusia khususnya eksistensialism, bukan karena saya setengah miring otaknya atau mau membuat sinkretisme agama tetapi karena saya mencoba mencari pencerahan kalau dalam bahasa agama. Mungkin yang paling mendalam ajaran agama kristen Katolik karena memang saya sejak kecil dididik di sekolah Katolik (Ricci Toasebio dan Canisius College Menteng).
Banyak ajaran dan ayat-ayat serta hadist dll adalah sungguh kebenaran sehingga kita bisa menemukan arti dalam kehidupan kita (ini adalah tujuan terpenting dalam hidup kita, menemukan arti hidup dan bisa berpasrah pada Allah dalam menjalankan kehendak-Nya). Masalahnya kemampuan otak kita yang terbatas ini yang seringkali tidak dapat menangkap makna dari semua itu dan bahkan banyak manusia berperang saling membunuh hanya karena perbedaan penafsiran hal-hal tersebut! Lucu ya hahaha, agama kok malah membawa celaka!

Beruntunglah saya karena bisa mendapatkan pencerahan dan wellbeing dari keimanan tersebut, bukan peperangan atau mencelakakan sesama manusia.
Lanjutannya adalah ketika saya bertemu dr. Satya Joewana, SpKJ (psikiater ahli adiksi) dan kemudian Dr. dr Rusdi Maslim, SpKJ yang adalah dosen dan terapis saya sejak di fakultas kedokteran sampai ketika saya menjalani pendidikan spesialis. Pertemuan-pertemuan rutin yang nampaknya ngobrol-ngobrol tersebut ternyata membawa banyak perubahan pada distorsi pikiran saya, pada kekakuan cara pandang/persepsi dan cara berpikir saya. Demikian juga pemahaman akan neuro dan mind science semakin bertambah, khususnya yang berhubungan dengan bagaimana saya dan manusia lain yang ada "sakit"-nya bisa berproses dalam pengobatan maupun psikoterapi.
Saya ungkapkan di sini adalah pertemuan demi pertemuan yang saya lakukan sampai bertahun-tahun, terutama selama saya akan menjalani pendidikan spesialis sampai sedang menjalani pendidikan adalah nampaknya hanya seperti ngobrol-ngobrol (nah inilah yang membuat banyak org tidak menghargai ngobrol yang terapeutik sehingga mendapatkan 'sesuatu' untuk perubahan! Bukan ngobrolin seperti orang ngobrol ngalor ngidul di warung kopi). Ngobrol aja tanpa dilakukan dalam bentuk aksi namanya NATO (Not Action Talk Only)! Nah jadi apa yang didapat itu ya harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sebab bila tidak dipraktekkan maka tidak akan ada perubahan di sambungan-sambungan (synaps) neuron (sel saraf) di otak kita sehingga tidak menjadi sebuah skema baru yang membentuk habit/ perilaku yang baru.

Dari proses tersebut, saya perlahan berubah, lebih mengenali diri saya terutama perasaan saya yang terdalam (NUCLEAR FEELINGS) sehingga membuat saya terdorong untuk melakukan sesuatu, saya menjadi selalu lebih AWARE bahkan ketika melakukan kesalahan! sayangnya perubahan itu belum sempurna (tak ada gading yang tak retak toh?) karena fungsi kerja otak saya kadang impulsif (inhibisi dari otak depan alias lobus frontalisnya kadang masih kurang.

PERAN DIDIKAN ORANG TUA

Mengingat kekurangan tersebut saya alami sejak kecil, maka proses pendekatan terapi perilaku dan psikoterapi yang diberikan orang tua saya juga gak kalah pentingnya. Walaupun keduanya seringkali menjadi sumber stresor saya tetapi saya berterimakasih atas pengajarannya yang keras karena hal itu membuat saya menjadi lebih tangguh. Hukuman dengan ceramah (penjelasan inti dari ajaran bijaksana dari ayah dan contoh kerja keras dari ibu saya) yang lebih banyak saya terima daripada reward/ hadiah membuat saya benar-benar menjadi orang, bukan anak orang.

Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran para psikolog sekarang yang selalu mengutamakan reward dan menghindari hukuman, saya pribadi lebih memilih kedua hal ini seimbang daripada anak diiming-imingi reward melulu, bukankah karma baik tidak selalu langsung berbuah? mungkin aja reward-nya bukan saat ini-kan? Jadi mengapa semua diajarkan untuk mendapatkan pahala secara instan? Jadi kalau tidak terlihat reward-nya maka tidak termotivasi untuk melakukan suatu kebaikan? Pantesan pada korupsi karena gak pernah mendapatkan hukuman sih! Reward saya dulu hanya boleh beli buku selebihnya tidak boleh karena keuangan keluarga terbatas! Saya punya adik yang tuna rungu dan membutuhkan biaya besar untuk biaya pendidikannya. One for All and All for One, kami harus prihatin bersama jadi ya kalau salah dihukum tapi kalau baik belum tentu dapat hadiah!

Karate yang dipaksa sejak SMP, setelah gagal latihan piano sejak SD kelas 1 sampai kelas 6 (orang tua saya belikan piano bekas dengan harapan kalau saya gak bisa sekolah tinggi maka bisa hidup sebagai guru piano) juga banyak mengisi filsafat tentang hidup ini, semangat bushido pantang menyerah, sumpah karate shotokan yang sungguh mengilhami pedoman kehidupan seorang karateka, nilai ketekunan, kesabaran, fokus/konsentrasi, menguasai diri, mempertinggi prestasi, menjaga sopan santun, memelihara kepribadian , patuh kepada kejujuran adalah terapi psikologis buat saya.

Jadi inilah sekilas tentang psikoterapi yang saya bagikan dalam bentuk cerita, semoga bisa mendapatkan gambaran bagi pembaca awam tentang sebuah proses psikoterapi.

9 komentar:

  1. Saya paling bingung sama profesi psikolog. Setiap datang terapi disuruh Draw a Person. Kalo saya gambar orangnya cowok terus ditanyain kenapa kamu gambar cowok terus kamu kan cewek gambarlah cewek. Giliran saya gambar orang cewek terus ditanyain kenapa kamu gambarnya cewek terus kamu kan cewek, gambarlah cowok. Jadi sebenernya apa sih maunya psikolog itu? Apa saya harus gambar waria terus setiap datang gitu ya? Terus disuruh gambar rumah pohon orang. Kalo saya gambar rumahnya kecil terus ditanyain kenapa kecil terus. Kalo saya gambarnya gede terus ditanyain kenapa gede terus. Maunya apaan sih sebenernya? Sekarang saya berenti terapi, males sama psikolognya. Gak jelas apa maunya. Kenapa gak ditetapin aja sekalian bikin orang cewek/cowok. Bikin rumahnya sekian sentimeter/bikin rumah besar/kecil. Jadi gak bikin orang bingung. Belum lagi disuruh gambar pohon, tapi gak boleh pohon ini pohon itu pohon ini pohon itu.. Kalo gambar pohon itu2 terus ditanyain lagi kenapa gambar pohon itu2 terus, gantilah yang lain. Kalo gambar orangnya kelupaan ngasih anggota tubuh, dikomentarin. Kalo anggota tubuhnya ada yang kegedean/kekecilan dikomentarin. Padahal kan gak setiap terapi saya lupa gambar anggota tubuh kan?? Kalo ada pasien anak2 kecil lagi terapi teriak2 di ruangan sebelah, bikin konsentrasi saya buyar. Sehingga saya jadi lupa gambar anggota tubuhnya karena gak bisa konsentrasi denger tuh bocah2 pada teriak2. Kenapa gak dipisah ruang terapi anak2 sama ruang terapinya orang dewasa?? Gak semua orang bisa konsentrasi di tengah2 keributan tau. Bikin saya MALES TERAPI LAGI. Saya berenti permanen sekarang terapi sama psikolog manapun. J

    BalasHapus
  2. Saya bukan psikolog Bu/ Mbak, lagian psikolog mana pula tuh yang tiap kali terapi suruh gambar? Coba tanya dulu ijin praktiknya hahaha... Jangan meng-generalisir satu untuk semua dan saya dokter spesialis psikiatri jadi bukan psikolog, demikian juga kalau tidak cocok dengan satu psikiater, jangan menggeneralisir sebab style dan kepribadian terapis itu cocok-cocokan dengan yang diterapi

    BalasHapus
  3. Dok, bisa direkomendasikan psikiater siapa yang biasa menghandle GAD untuk remaja dijakarta?? Apakah CBT bisa digunakan utk mengobati GAD?? Trimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa, semua psikiater juga bisa untuk remaja

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Dok,Saya mau tanya psikiater umum/gereja atau psikolog umum/ gereja atau hipnoterapi umum/gereja untuk saya yang gampang terpicu marah besar dan bisa emosi yang meledak2. Boleh rekomendasi untuk posisi sekitar jabodetabek. Atau dokter sendiri juga bisa menangani saya? Tapi saya tidak ingin ada konsumsi obat2an. Terima kasih sebelumnya dok.

    BalasHapus
  6. Maksudnya umum/ gereja apa ya? Gampang terpicu ini maksudnya Intermitten explosive behavior? Atau ggn impuls? Yang penting diagnosisnya dulu nih soal obat atau tidak itu tidak penting karena mengikuti diagnosisnya lagian seorang dokter tidak boleh memberikan obat tanpa indikasi kuat pada pasiennya.
    Seorang psikiater bisa hipnoterapi dengan catatan baru efektif kalau pasiennya juga cocok dengan metoda hipnoterapi. Jika Anda merasa cocok dengan gaya saya berpendapat, menulis, mengungkapkan ide silahkan menghubungi saya untuk pemeriksaan dan terapi tetapi jika tidak maka Anda dapat menjumpai psikiater yang berpraktik di RS-RS umum di Jabodetabek ini. Karena dalam psikoterapi sangat penting kecocokan kepribadian antara pasien dengan dokternya.

    BalasHapus
  7. Permisi Dok, saya ingin tanya apakah obat anti depresi dikeluarkan dari pihak dokter psikoterapi dan hipnoterapi? Sejujurnya belakangan ini saya merasa hidup saya jalan saja. Mimpi sendiri tak ingin dikejar. Untuk makan pun juga tidak semangat. Kuliah saya juga sudah tak begitu peduli sepeeti saat saya masih semester awal. Banyak yg bilang ini masa jemu tapi saya sendiri merasa tidak begitu. Permasalahannya bukan hanya kuliah, saya tak lagi ingin melakukan apa-apa. Semua terasa hampa. Sering saya mengabaikan makan dan saya sudah malas keluar. Saya merasa saat saya keluar rumah, semua terasa begitu membebankan. Saya sudah tidak berambisi meraih cita-cita. Tiap sendiri atau diam dan menonton, selalu merasa sedih dan menangisi diri, dada tercekat dan sering pusing dan sakit kepala. Selalu meratapi diri dan serasa diri org paling malang. Saya muak dan tidak tahan harus terus sedih. Belakangan ini terpikirkan tidak ingin terus hidup dan kalau bisa tidur terus. Apa harus saya lakukan dok? Saya pernah ikut hipnoterapi sekali tapi seusainya saya hanya merasa saya membuang uang dan hanya seperti sesi curhat. Sejujurnya sesuai terapi saya semakin depresi. Apa ini hal yang biasa?
    Mohon rekomendasi dan petunjuknya. Terima kasih.

    BalasHapus
  8. Saya kerja ikut kk saya dok,cum saya tiap hari kena marah trus ,walaupun kerjaan saya benar tapi di angap salah ..saya ingin rileks dalam kerja ..selama ini saya selalu ngelamun kaya orang gila karna kerjaan..tolong dibalas dengal email saya ya dok.. Rullyfadhly@yahoo.co.id

    BalasHapus