Rabu, 08 Oktober 2014

Homoseksualitas dan Konseling Spiritual (jangan ke psikiater untuk konseling spiritual!)

Sore tadi saya dikejutkan dengan balasan seorang Ibu yang mengirimkan pertanyaan konsultasi secara online kepada saya beberapa hari lalu dan ia mengatakan bahwa ia sangat kecewa melihat profil saya yang mendapat pendidikan theologi (hal ini keliru karena saya tidak pernah belajar theologi) / filsafat (yang ini benar karena saya belajar filsafat) ternyata tidak dapat memberikan konseling spiritual untuk anaknya yang homoseksual untuk bisa disembuhkan menjadi heteroseksual. Konseling spiritual? Nampaknya salah sasaran kalau mencari konseling spiritual pada psikiater/psikolog karena spiritualitas bukan ranah ilmu seorang mindscientist seperti saya dan walau saya mendalami filsafat manusia, filsafat eksistensial, saya bukan seorang filsuf apalagi menyangkut spiritualitas. Masalah spiritualitas adalah ranahnya para Imam (Pendeta, Romo, Ustad).

Dalam jawaban saya sebelumnya menanggapi pertanyaan Ibu tersebut, homoseksualitas tidak dapat "disembuhkan" menjadi heteroseksual karena menurut penelitian-penelitian biologis otak pusat seksual di Medial Pre Optik Area (MPOA) orang dengan homoseksualitas berbeda dengan orang yang heteroseksual. Hal yang dapat saya lakukan dalam konseling/psikoterapi adalah membantu klien/ pasien untuk memilih secara bebas (karena dalam filsafat manusia, hakikat manusia adalah kebebasan walaupun ada determinisme alias hal yang ditentutkan sebelumnya semacam takdir bawaan) apakah ia mau menjadi seorang dengan perilaku seks homoseksual atau heteroseksual atau tidak melakukan perilaku seks seperti misalnya memilih hidup selibat. Tentunya hal seperti ini juga dipengaruhi derajat homoseksualitasnya, seperti misalnya apakah murni homoseksual atau biseksual (hal ini tentunya belum dapat saya nilai karena saya belum memeriksa pasiennya (anak si Ibu yang sudah pernah dibawa ke hipnoterapis dan gagal!) dikarenakan pertanyaan dikirimkan secara online.

Dari kasus-kasus homoseksualitas yang saya telah tangani, yang sifatnya egodistonik (kondisi mana pasien menolak dirinya menjadi seorang homoseksual) sekitar 50% dapat saya bantu untuk memilih konsekuensi hidup yang lebih "baik" dan pada umumnya yang biseksual masih dapat diarahkan untuk kehidupan perkawinan dalam beberapa kali sesi konseling dan psikoterapi. Para homoseksual yang egosintonik relatif tidak pernah datang untuk konsultasi karena kondisi egosintonik tersebut ia tidak merasa ada "kelainan" dalam dirinya dan dapat menerima kondisi homoseksualnya tersebut.

Banyak orang (termasuk Ibu tersebut) masih meyakini bahwa homoseksualitas dapat "disembuhkan", ini adalah pandangan yang terlalu optimis saat ini dan menggunakan kriteria sembuh dari sudut pandang perilaku heteroseksual padahal ilmu neuroscience sudah membuktikan bahwa ada sturuktur otak yang lain (dalam filsafat manusia boleh dikatakan hal ini adalah determinasi biologis) dan struktur yang berlainan dapat berfungsi secara berlainan pula. Dalam topik tentang kebebasan sebagai sifat hakiki manusia, kita dapat mengajak setiap orang untuk memilih yang baik dan yang lebih baik (bukan hanya memilih yang lebih mudah antara yang jelek dan baik) walaupun ada determinisme biologis tersebut sehingga perilakunya tidak mengikuti determinasi biologis tersebut. Di lain pihak jangan terlalu jauh menuntut ada seorang dokter pada saat ini yang dapat mengubah MPOA yang lain (lebih besar) tersebut menjadi sama dengan MPOA manusia yang heteroseksual sehingga menjadi "sembuh", kalau ada yang bisa tolong beri tahu saya siapa dan dimana karena saya perlu berguru dan melakukan penelitian bersama dokter atau orang pinter tersebut.

Hal ini sama saja mustahilnya mengubah secara permanen seorang laki-laki heteroseksual dengan kadar testosteron tinggi yang suka main perempuan menjadi suami atau ayah yang baik dan tidak main perempuan lagi (dalam contoh ini di masyarakat kita malah hukum agama dipermainkan supaya mengesahkan poligami!). Yang bisa kita bantu untuk seseorang yang adiksi seksual-pun adalah pada awalnya menekan libidonya dengan terapi hormonal sambil dikonseling untuk memilih kembali pada perilaku yang "benar" sehingga ketika injeksi hormon (biasanya Cyclopteron acetate) dihentikan, nafsunya bisa meningkat lagi tapi perilakunya sudah berubah karena pilihannya untuk kembali ke jalan yang menurut kita benar. Ingat pula bahwa dalam pengertian benar ini ada yang sifatnya universal dan ada yang sifatnya juga parsial (tidak sungguh-sungguh benar atau tidak ada kebenaran yang sempurna kecuali Allah).

Simpulannya, jangan mencari konseling spiritual ke psikiater karena itu ranahnya imam atau rohaniwan dan jangan mau dibohongi oleh teori jaman dulu bahwa homoseksual menular (masih banyak psikiater/psikolog stok lama yang tidak up date ilmunya tentang ini dan salah berpendapat) dan dapat disembuhkan dengan mengubah struktur otaknya, yang dapat di-"sembuh"kan adalah diajak memilih secara bebas ia bereaksi bagaimana dengan kondisi dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar